Meskipun para petani di Kota Malang telah memulai panen raya cabai rawit, harga komoditas ini di pasar tradisional masih tetap tinggi dan fluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa masalah distribusi dan rantai pasok masih sangat mempengaruhi harga jual cabai ke konsumen. Berdasarkan pantauan di Subterminal Agrobisnis Mantung, Kabupaten Malang, harga grosir cabai rawit pada hari Minggu (16/3/2025) tercatat mencapai Rp75.000 per kilogram, meskipun sebelumnya harga tersebut sempat mencapai Rp82.000 per kilogram. Namun, harga tersebut belum mampu menurunkan harga cabai di pasar tradisional Kota Malang, yang masih berada di kisaran Rp90.000 per kilogram.

Seorang pedagang sayur di Pasar Bunulrejo, Kota Malang, Rahmat, menjelaskan bahwa dalam sebulan terakhir, harga cabai rawit mengalami lonjakan signifikan, terutama menjelang Ramadan. "Harga bisa berubah drastis, hari ini bisa Rp90.000 per kilogram, besok bisa saja berbeda lagi," katanya.
Sementara itu, para petani cabai di Kota Malang, seperti Bandi, anggota Kelompok Tani Ainul Hayati 1 di Kampung Baran, Kelurahan Wonokoyo, Kecamatan Kedungkandang, telah memanen cabai rawit varietas kaliber yang tahan penyakit. Bandi mengungkapkan bahwa ia memanen cabai dari lahan seluas 8.000 meter persegi dan menjualnya seharga Rp50.000 per kilogram. Namun, harga cabai di tingkat pedagang melonjak hingga mencapai Rp70.000-Rp90.000 per kilogram, mencerminkan adanya selisih harga yang besar dalam rantai distribusi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Malang, Slamet Husnan Hariyadi, mengungkapkan bahwa luas lahan cabai yang sedang dipanen di Kota Malang mencapai 50 hektare. Proses panen dilakukan secara bertahap di berbagai wilayah, termasuk Kelurahan Buring dengan lahan seluas 15 hektare dan Lesanpuro 10 hektare. Beberapa wilayah lainnya, seperti Tlogowaru, Wonokoyo, Madyopuro, Kedungkandang, dan Cemorokandang, juga memiliki lahan siap panen seluas 5 hektare per wilayah. "Panen cabai ini berasal dari penanaman pada bulan November 2024. Selama bulan Maret atau Ramadan ini, panen kedua menghasilkan sekitar lima ton cabai, dan dalam satu masa tanam bisa mencapai 10 hingga 12 kali panen," jelasnya.

Walaupun produksi cabai meningkat, harga yang tinggi di pasaran masih sulit dikendalikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh panjangnya rantai distribusi dan adanya spekulasi harga di tingkat tengkulak atau pedagang besar. Untuk menanggulangi hal ini, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menyarankan pembentukan kembali Warung Tekan Inflasi (WTI) sebagai upaya untuk menstabilkan harga pangan. "Warung Tekan Inflasi terbukti efektif menurunkan harga cabai tahun lalu, dan kami juga sedang mempertimbangkan kerja sama dengan daerah lain, seperti yang kami lakukan tahun lalu dengan mendatangkan cabai dari Kabupaten Lumajang," ujarnya.
Kerja sama antar daerah ini diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif untuk mengontrol harga cabai, khususnya selama permintaan yang tinggi di bulan Ramadan dan menjelang Lebaran. Di sisi lain, pelaku usaha di sektor pertanian berharap pemerintah daerah bisa meningkatkan efisiensi dalam rantai distribusi agar selisih harga antara petani dan konsumen dapat ditekan. Masyarakat pun berharap harga cabai dapat segera turun untuk mengurangi beban kebutuhan rumah tangga selama Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
No Comments Yet...