Kebijakan efisiensi anggaran daerah mulai dirasakan pengelola hotel di Kota Malang, Jawa Timur. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang, Agoes Basoeki, mengungkapkan bahwa saat ini hotel-hotel di Kota Malang mengalami penurunan signifikan dalam penyewaan tempat untuk kegiatan pertemuan dari instansi pemerintahan. Agoes menjelaskan bahwa potensi kehilangan pemasukan akibat kebijakan ini bisa mencapai miliaran rupiah. "Ada kegiatan yang katanya sih teman-teman laporan, ada yang sudah direncanakan kemudian dibatalkan, bahkan ada yang cerita belum ada," ujarnya pada Jumat (14/3/2025). Biasanya, hotel-hotel di Kota Malang menjadi lokasi pertemuan bagi kalangan kementerian, pemerintah provinsi, serta pemerintah kabupaten/kota. Pendapatan dari sewa tempat untuk kegiatan tersebut biasanya menyumbang 20 hingga 30 persen dari total pemasukan hotel. "Baru terasa Februari-Maret ini.

Jadi ada beberapa hotel yang sudah menghitung, tapi kami enggak mau sebut namanya, itu transaksinya bisa mencapai miliaran, karena pembatalan itu," tambahnya. PHRI Kota Malang telah mengajukan pertemuan dengan anggota DPRD Kota Malang untuk mencari solusi terkait kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak pada sektor perhotelan. Hingga saat ini, Agoes mengungkapkan bahwa belum ada solusi yang ditawarkan bagi pengelola hotel di tingkat daerah. Dia juga mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini dapat mengurangi jumlah tenaga kerja di hotel-hotel. "Di event-event yang biasa diadakan, ada pembatalan. Jadi kami khawatirnya itu nanti imbasnya mengurangi tenaga kerja, kami khawatir penghasilan juga turun," ucapnya. Agoes berharap instansi pemerintah tetap mengadakan kegiatan pertemuan di hotel meskipun dengan intensitas yang lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pertemuan dengan anggota DPRD Kota Malang dianggap penting agar pihaknya dapat memberikan masukan. "Sehingga ada pertimbangan, walaupun efisiensi enggak bisa dihindari, tetapi kami berharap bisa masuk dalam skala prioritas yang masih bisa teranggarkan," ungkapnya.

Meski mengalami penurunan penyewa untuk pertemuan, Agoes menyebutkan bahwa pengelola hotel di bulan Ramadhan ini masih cukup beruntung. Pemasukan dari tamu yang memilih berbuka puasa di hotel membantu mengurangi dampak negatif dari kebijakan tersebut. Dia juga mengimbau pengelola hotel untuk berinovasi, seperti melakukan promosi kepada instansi swasta. "Untungnya kami masih terhibur oleh kegiatan-kegiatan masyarakat, seperti buka puasa bersama, sehingga resto-resto hotel-hotel masih bisa bergerak di situ," katanya. Agoes optimistis bahwa okupansi atau tingkat keterisian kamar selama libur Lebaran mendatang dapat mencapai 70-80 persen, meskipun laporan pemesanan belum diterimanya.
No Comments Yet...